Sie Kerohanian Islam (SKI) SMA N 1 PURI Mojokerto

Bulan Ramadhan benar-benar kesempatan terbaik untuk beramal. Bulan Ramadhan adalah kesempatan menuai pahala melimpah. Banyak amalan yang bisa dilakukan ketika itu agar menuai ganjaran yang luar biasa. Dengan memberi sesuap nasi, secangkir teh, secuil kurma atau snack yang menggiurkan, itu pun bisa menjadi ladang pahala. Maka sudah sepantasnya kesempatan tersebut tidak terlewatkan.
Inilah janji pahala yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan,

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.”[1]

Al Munawi rahimahullah menjelaskan bahwa memberi makan buka puasa di sini boleh jadi dengan makan malam, atau dengan kurma. Jika tidak bisa dengan itu, maka bisa pula dengan seteguk air.[2]
Read More …

11 Amalan Ketika Berbuka Puasa
11 Amalan Ketika Berbuka Puasa

11 Amalan Ketika Berbuka Puasa

Ketika berbuka puasa sebenarnya terdapat berbagai amalan yang membawa kebaikan dan keberkahan. Namun seringkali kita melalaikannya, lebih disibukkan dengan hal lainnya. Hal yang utama yang sering dilupakan adalah do’a. Secara lebih lengkapnya, mari kita lihat tulisan berikut seputar sunnah-sunnah ketika berbuka puasa:

Pertama: Menyegerakan berbuka puasa.

Yang dimaksud menyegerakan berbuka puasa, bukan berarti kita berbuka sebelum waktunya. Namun yang dimaksud adalah ketika matahari telah tenggelam atau ditandai dengan dikumandangkannya adzan Maghrib, maka segeralah berbuka. Dan tidak perlu sampai selesai adzan atau selesai shalat Maghrib. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (HR. Bukhari no. 1957 dan Muslim no. 1098)

Dalam hadits yang lain disebutkan,

لَا تَزَالُ أُمَّتِى عَلَى سُنَّتِى مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُجُوْمَ

Umatku akan senantiasa berada di atas sunnahku (ajaranku) selama tidak menunggu munculnya bintang untuk berbuka puasa.” (HR. Ibnu Hibban 8/277 dan Ibnu Khuzaimah 3/275, sanad shahih). Inilah yang ditiru oleh Rafidhah (Syi’ah), mereka meniru Yahudi dan Nashrani dalam berbuka puasa. Mereka baru berbuka ketika munculnya bintang. Semoga Allah melindungi kita dari kesesatan mereka. (Lihat Shifat Shoum Nabi, 63)

Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka puasa sebelum menunaikan shalat Maghrib dan bukanlah menunggu hingga shalat Maghrib selesai dikerjakan. Inilah contoh dan akhlaq dari suri tauladan kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّىَ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya berbuka dengan rothb (kurma basah) sebelum menunaikan shalat. Jika tidak ada rothb, maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering). Dan jika tidak ada yang demikian beliau berbuka dengan seteguk air.” (HR. Abu Daud no. 2356 dan Ahmad 3/164, hasan shahih)
Read More …

NIFAS DI BULAN RAMADHAN
Assalamu`alaikum, apakah seorang yang nifas / melahirkan atau menyusui ketika bulan Ramadhan, mengganti puasanya dengan berpuasa saja di hari lain, atau membayar fidyah saja, atau berpuasa sekaligus membayar fidyah. Jazakallohu khoiron.

"Pertama, hamil atau menyusui tidak serta-merta bisa dijadikan sebagai udzur yang membolehkan berbuka. Tidak boleh bagi orang yang hamil atau menyusui untuk berbuka di bulan Ramadhan kecuali jika keduanya takut adanya bahaya terhadap jiwa atau kehamilan atau terhadap anak yang disusuinya. Maka jika keduanya takut adanya madharat tersebut atas dirinya maka boleh baginya berbuka dan wajib mengqadha` saja, persis seperti orang yang sakit.

Jika keduanya takut atas janin atau anak yang disusuinya, maka wajib atas keduanya mengqadha` dan membayar fidyah menurut jumhur ulama. Hendaknya dia bersegera mengqadha` dan tidak boleh mengakhirkan hingga masuk Ramadhan berikutnya. Berdasarkan hadits `Aisyah radhiallohu 'anha dia berkata:

كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ

""Adalah aku mempunyai kewajiban mengqadha` puasa Ramadhan, dan aku tidak mampu (sempat) mengqadha`nya kecuali di bulan Sya`ban."" (HR. Muslim (2743))

Barangsiapa mengakhirkan qadha` Ramadhan tanpa udzur hingga masuk Ramadhan berikutnya maka wajib atasnya mengqadha` disertai membayar fidyah. Membayar fidyah adalah memberi makan seorang miskin atas setiap hari yang dia berbuka didalamnya dengan ukuran satu mud. Satu mud sekitar 750 gram (7,5 Ons) beras. Jika rasa takut wanita yang menyusui berlanjut atas diri dan anaknya hingga masuk Ramadhan berikutnya maka dia mengqadha` setelah itu, dan tidak ada kafarah atasnya. Adapun jika dia mampu mengqadha tetapi tidak mengqadha`nya hingga masuk Ramadhan berikutnya, maka wajib atasnya mengaqadha dan membayar kafarah, yaitu memberi makan satu orang miskin atas setiap hari yang ditinggalkannya.

Adapun wanita yang nifas, maka tidak ada kewajiban apapun atasnya selain mengqadha` hari-hari yang dia berbuka di dalamnya sebab nifas tersebut. Wallahu a`lam (AR) "


Diperbolehkan mengcopy artikel ini dengan syarat:

menjaga Amanah ilmiah dan mencantumkan link berikut:


Sumber: http://qiblati.com/nifas-di-bulan-ramadhan.html
Read More …

Tidur dibulan Ramadhan mendapat pahala
Tidur 
Assalamu alaikum, alhamdulillah kini ana dapat berkonsultasi dimajalah qiblati ini.
Ustaz, saya pernah mendengar bahwa tidur dibulan ramadhan itu akan mendapat pahala.Apakah benar?
Syukran jazakillah khair
Wa'alaikum salam. Orang berpuasa itu berpahala apakah saat duduk, berjalan atau tidur atau saat baca al-Qur`an. Adapun hadits yang mengatakan bahwa tidurnya orang berpuasa itu ibadah, maka itu riwayat Baihaqi dan tidak sah redaksi seperti itu dari Nabi -Sholallahu 'alaihi wa salam-..

« نوم الصائم عبادة ، وصمته تسبيح ، وعمله مضاعف ، ودعاؤه مستجاب ، وذنبه مغفور » .
(AH)
Diperbolehkan mengcopy artikel ini dengan syarat:
menjaga Amanah ilmiah dan mencantumkan link berikut:
Sumber: http://qiblati.com/tidur-dibulan-ramadhan-mendapat-pahala.html
Read More …

Hadits-Hadits Lemah Bulan Ramadhan
Hadits-Hadits Lemah Bulan Ramadhan
Berikut ini adalah hadîts-hadîts masyhur yang banyak disampaikan terutama oleh khatib dan penceramah. Mereka menisbahkan hadîts-hadîts tersebut kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam padahal tidak shahîh dari beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kami akan menyebutkan hadîts-hadîts tersebut beserta  penjelasan kelemahannya, sebagai nasihat bagi kaum muslimin semuanya.

1. Hadîts:

« إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ نَظَرَ اللهُ إِلىَ خَلْقِهِ وَإِذَا نَظَرَ اللهُ إِلىَ عَبْدِهِ لَمْ يُعَذِّبُْهُ أَبَدًا وَِللهِ فِيْ كُلِّ يَوْمٍ أَلْفُ أَلْفٍ عَتِيْقٍ مِنَ النَّارِ…. »
“Jika ada  malam pertama dari bulan Ramadhan, Allah Subhanahu wa Ta’ala melihat kepada makhluk-Nya, dan jika Allah Subhanahu wa Ta’ala melihat kepada seorang hamba-Nya, maka Dia tidak akan menyiksanya untuk selamanya. Dan pada setiap malam Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki sejuta orang yang dibebaskan dari api neraka….”
Read More …

Ramadhan dan Etos Kerja
Ramadhan dan Etos Kerja
Abu Hamzah Ibn Qomari

Tidak seperti agama lain, Islam memberikan ruang yang luas bagi kerja yang produktif. Kristen misalnya, melihat kerja sebagai hukuman Tuhan yang ditimpakan kepada manusia karena adanya dosa turunan (original sin) yang dilakukan Adam. Kerja keras untuk hidup tidak dianjurkan karena sangat bertentangan dengan kepercayaan kepada Tuhan. Kondisi manusia ideal menurut pandangan orang-orang Hindu, adalah melakukan dis-asosiasi (pemutusan) hubungan dengan segala aktivitas sosial serta semua kenikmatan apapun dalam rangka mencapai kesatuan dengan Tuhan.

Sementar itu Islam bukan hanya memperbolehkan dan mendorong segala bentuk kerja yang produktif, namun menyatakan bahwa kerja itu adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim, bahkan menjadikannnya sebagai suatu, identitas, dan kehormatan. Yang dimaksud dengan dengan kerja di sini adalah  amal saleh; yaitu setiap amal yang baik, produktif dan manfaat, baik di dunia maupun di dunia dan akhirat. Jadi bukan sembarang kerja, melainkan pekerjaan yang diizinkan, dicintai dan diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dari semua jenis kerja, bisnis dan dagang yang paling baik adalah suatu pekerjaan yang manfaatnya langgeng tak terputus, yaitu bekerja kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan upah dari Allah.
Read More …